Mounting nut from the former Dutch colonial era. mounting nut contest held by the Dutch if you're holding a big event like a celebration, a wedding, and others are taking this lain.yang indigenous people. Gifts are usually contested foodstuffs such as cheese, sugar, and clothing such as shirts, knowing that among indigenous goods including luxury like this. while the indigenous struggle for prizes, the Dutch people watch while laughing. This procedure has not changed since the game first.
You can imagine the conditions in the colonial period, while an Indonesian citizen struggling with sweat soaked, the Dutch colonizers and their families laughed out loud to see the suffering of the Indonesian nation. And maybe this time, when the celebration of August 17, they were still laughing out loud, watching the culture that they created with the aim of harassing the Indonesian nation, proved to be in the preserve.
And while this form of the game is still survive today, there are those who are not concerned about the history of this game, but there is also a culture that does not agree with this. If the history of the mounting nut is so painful why should preserve.
There is some controversy surrounding the Rock Pinang. While most believe that Indonesia is the educational challenge that teaches people to work together and work hard to achieve their goals, there are people who say Rock Pinang is a degrading display that sends the wrong kind of message to the youth of Indonesia.
There is also the issue of reducing the large number of nut-trees for a celebration hedonistik.Apapun existing controversy Pinang Rock has always been a unique tradition in the country of Indonesia.
Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
Bisa dibayangkan kondisi pada masa penjajahan, sementara warga negara Indonesia bersusah payah dengan berlumuran keringat, para Penjajah Belanda dan keluarganya tertawa terbahak bahak melihat penderitaan Bangsa Indonesia. Dan mungkin saat ini, ketika perayaan 17 Agustus, mereka masih tertawa terbahak bahak, menyaksikan bahwa budaya yang mereka buat dengan tujuan melecehkan Bangsa Indonesia, ternyata justru di lestarikan.
Dan saat ini bentuk permainan ini masih bertahan hingga sekarang, ada pihak yang tidak mempermasalahkan sejarah permainan ini, tapi ada juga yang tidak setuju dengan budaya ini. Jika sejarah panjat pinang begitu menyakitkan mengapa harus di lestarikan.
Ada beberapa kontroversi seputar Panjat Pinang. Sementara sebagian besar Indonesia percaya itu adalah tantangan pendidikan yang mengajarkan orang untuk bekerja sama dan bekerja keras dalam mencapai tujuan mereka, ada orang-orang yang mengatakan Panjat Pinang adalah tampilan merendahkan yang mengirimkan salah jenis pesan untuk pemuda Indonesia.
Ada juga isu lingkungan mengurangi sejumlah besar kacang-pohon untuk suatu perayaan hedonistik.Apapun kontroversi yang ada Panjat Pinang selalu menjadi tradisi yang unik di negara Indonesia.
Sumber : ForumkamiNET