Senin, 19 November 2012

Trunyan Funeral Bali, Indonesia (Pemakaman Trunyan Bali, Indonesia)



Unlike the Balinese people, Trunyan people do not cremate or bury their dead, but just lay them out in bamboo cages to decompose, although strangely there is no stench. A macabre collection of skulls and bones lies on the stone platform and the surrounding areas. The dead bodies don't produce bad smells because of the perfumed scents from a huge Taru Menyan tree growing nearby. Taru means 'tree' and Menyan means 'nice smell'. The name of Trunyan was also derived from these two words. The women from Trunyan are prohibited from going to the cemetery when a dead body is carried there. This follows the deeply rooted belief that if a woman comes to the cemetery while a corpse is being carried there, there will be a disaster in the village, for example a landslide or a volcanic eruption. Such events have been frequent in the village's history, but whether women had anything to do with it is a matter of opinion.


Tidak seperti orang Bali, orang Trunyan tidak mengkremasi atau menguburkan orang mati, tetapi hanya meletakkan mereka di dalam sangkar bambu untuk terurai, meskipun anehnya ada bau busuk tidak. Kumpulan mengerikan tengkorak dan tulang terletak pada platform batu dan sekitarnya. Mayat tidak menghasilkan bau buruk karena aroma wangi dari pohon Taru Menyan besar tumbuh di dekatnya. Nama Trunyan berasal dari dua kata, Taru berarti 'pohon' dan Menyan yang berarti 'bau yang menyenangkan'. Para wanita dari Trunyan dilarang pergi ke pemakaman ketika mayat dilakukan di sana. Ini mengikuti keyakinan berakar bahwa jika seorang wanita datang ke pemakaman sementara mayat sedang dilakukan di sana, akan ada bencana di desa, misalnya tanah longsor atau letusan gunung berapi. Kejadian-kejadian tersebut sudah sering dalam sejarah desa, tapi apakah wanita ada hubungannya dengan itu adalah masalah pendapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar